Rabu, 25 Mei 2011

Wajah Muslim : Menyejukkan atau Menakutkan?

• Oleh : Sofyan, S. Ag

Keimanan dan ketaqwaan memegang peranan penting dalam kehidupan, dimana ia selalu memotivasi seseorang beramal shaleh, tunduk kepada Tuhan, rajin berbuat kebajikan dan kebaikan terhadap makhluk ciptaan Tuhan serta menjauhi segenap larangan-Nya, faktor ini jualah yang membentuk jati diri seorang muslim tampil menjadi yang terbaik.

Kalau membincangkan tentang muslim terbaik maka Rasulullah SAW pernah ditanya para sahabat pada suatu hari, tentang kriteria seorang muslim yang paling baik, “Muslim bagaimana yang paling baik itu ya Rasulullah?

Maka beliau menjawab, “Muslim yang paling baik itu adalah seorang muslim yang membuat orang-orang Islam atau lainnya selamat dari gangguan kejahatan lisan dan tangannya (HR. Muslim).” Muslim yang paling baik itu kata Rasulullah adalah mereka yang mampu menjaga lisan, menahan kedua tangan dan dirinya dari perbuatan yang dapat menyakiti, menzalimi dan menganiaya orang lain.

Seorang muslim yang baik merupakan profil individu yang mampu menciptakan ketenangan, kedamaian, mampu menjaga keamanan, melestarikan alam ciptaan Tuhan. Rasul mengibaratkan kehidupan seorang muslim seperti lebah, dimana dia hanya menghisap sari pati bunga yang cantik, harum semerbak wanginya, kemudian hanya menghasilkan sesuatu yang besar manfaatnya bagi kehidupan manusia yaitu madu.

Muslim yang baik itu bermanfaat bagi orang lain, kehadirannya selalu dinantikan, kebaikannya selalu diberikan kepada siapa saja tanpa memandang bulu, senang membantu yang susah tanpa pamrih, tidak pernah berbuat keonaran, karena itu orang selalu mendambakan dan merasa aman hidup di sampingnya.

Pada hakekatnya seorang muslim adalah mereka yang selamat hidupnya di dunia dan akhirat, lebih dari itu dia mampu menyelamatkan orang lain dari kemungkinan terperosok masuk ke dalam jurang. Barangkali inilah wajah-wajah kaum muslimin saat ini yang telah menjalani pelatihan selama satu bulan.

Adapun jika penampilan menyeramkan yang ditunjukkan sebagian umat Islam dengan berbuat keonaran, melakukan tindakan destruktif, mengganggu ketentraman dan kedamaian masyarakat bukanlah wajah asli kaum muslimin yang berpegang pada ajaran Ilahi, yang rahmatan lil ‘alamin. Ajaran Islam tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan tindakan anarkis dengan menghancurkan tempat ibadah atau melakukan tindak kriminal dan kekerasan terhadap orang lain.

Kita sepakat bahwa semua agama mengajarkan perbuatan baik kepada orang lain khususnya yang tidak seagama dengan mereka. Barangkali kekerasan yang muncul dalam diri umat Islam disebabkan satu hal yang tidak dapat diselesaikan dengan jalan damai, sehingga memancing reaksi kemarahan umat Islam. Umat Islam ini ibarat singa yang tidur, jika diusik dia akan marah, meraum, meradang sejadi-jadinya, jika tidak diganggu maka amanlah dunia ini. Apapun masalahnya kita yakin dan percaya pasti dapat dicarikan solusinya.

Mungkin juga kita patut mewaspadai upaya-upaya pihak ketiga yang ingin mengadu domba antar sesama anak bangsa, antar umat beragama supaya saling curiga mencurigai, saling tuduh menuduh hingga berakhir pada perpecahan, peperangan dan perkelahian. Kita sebagai umat Islam jangan terprovokasi melakukan tindakan anarkis dan destruktif.

Pentingnya Iman dan Taqwa dalam Kehidupan

Faktor utama yang membentuk jati diri seorang muslim tampil menjadi yang terbaik tidak lain adalah faktor keimanan dan ketaqwaan. Keimanan dan ketaqwaanlah yang selalu memotivasi seseorang melakukan kebaikan, semakin tinggi tingkat keimanan dan ketaqwaan seseorang akan semakin baik komunikasinya terhadap Tuhan dan hubungan sosial.

Kekuatan imanlah yang dijadikan modal mengarungi bahtera kehidupan yang banyak godaan dan tantangan untuk bersabar tidak terkontaminasi melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain.

Seorang muslim yang selalu merasa bahwa dirinya berada dalam pengawasan Tuhan akan senantiasa berhati-hati dalam setiap gerak-gerik dan tingkah laku. Mereka akan berupaya memproteksi diri tidak ikut-ikutan, terprovokasi atau sengaja menjatuhkan diri dalam kubangan maksiat yang dilakukan secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi atau melakukan perbuatan yang menyengsarakan orang lain.

Pemimpin atau pejabat yang beriman dan bertaqwa akan melindungi dirinya untuk tidak menyelewengkan amanah yang diemban di pundaknya, dia tidak akan korupsi, tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan rakyat, bangsa dan negara, dia akan jujur dan melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab karena harus mempertanggungjawabkannya kelak di akhirat.

Kadangkala seorang muslim telah shalat, puasa, hajinya bahkan berulang kali, rajin sedekah tetapi maksiat demi maksiat dan bermacam-macam dosa tetap dilakukan. Korupsinya jalan terus, menggosip dan menggosop kepunyaan orang lain tetap dilakukan, berdusta, membunuh dan berbagai prilaku destruktif dan anarkis yang merugikan orang lain sulit untuk ditinggalkan, seolah-olah keimanan dan ketaqwaan itu tempatnya di masjid saja, atau ketika mendengarkan tausiah agama lantas dia takut dengan Tuhan, namun tatkala kernbali ke habitatnya watak aslipun kelihatan.

Model ketaqwaan orang seperti ini hanya main-main dan mengolok-olok Tuhan saja. Benarlah jika keimanan yang selalu mengalami pasang surut harus selalu dijaga, karena bisa jadi tatkala keimanan seseorang sedang lesu mengalami penurunan, besar kemungkinan dia akan melakukan perbuatan amoral, merugikan orang lain dengan melanggar norma-norma agama, melanggar kode etik masyarakat, berbangsa dan bernegara. Wallahu ‘alam.

* Penulis adalah pengajar di pesantren Darularafah Raya, Pembimbing Rohani di Pusat Rehabilitasi Narkoba Pamardi al-Insyaf Kementrian Sosial Sumatera Utara, mahasiswa S2 IAIN Medan dan dosen STAIDA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar