Sabtu, 18 Juni 2011

Ada kisah yang tak pernah usai...


Seperti kisahku bersama dia. Mungkin hanya kisah asmara biasa bagi segelintir orang, tapi sungguh bagiku ini bukan kisah biasa. Mengapa kupilih dia untuk menjadi kisahku? Karena harus kuakui dari dia, dari kisah kami, aku di titik minus plus. Bukan sekedar asmara, ada belajar, ada hidup, ada ekspresi, ada fatal, ada kekerasan, dan aku harus jujur, ada rumah tangga disitu.
Tiga tahun berlalu, aku masih tetap sama. Mengingat dan terus mengenang, bahkan memoriku bekerja sangat baik pada setiap detail 4,5 tahun yang kami jalani bersama. Tulisan ini kupersembahkan untuk dia yang genap berusia 29 tahun tepat hari ini.


Nong... sapaanku padanya. Tak sengaja bertemu di momen kebersamaan kelompok sewaktu kuliah. Masih dengan gaya lama, menitip - menerima - lalu membalas salam. Ada cerita lucu disini, saat itu aku bahkan belum tahu rupanya seperti apa. Diotakku terbayang seorang senior yang sempat melirikku pada malam puncak acara, dan untungnya kufikir dia orang yang sama yang menitip salam.



Kekeliruanku terkuak saat dia hendak berkunjung ke kosanku. Mandi bersih, rambut ditata klimaks, hampir setengah botol parfum kuhabiskan saking gugupnya. Lalu duduk manis dan menunggu jam 7 malam janjian kami.


"Maaf cari siapa?" aku bertanya ketika seseorang mengetuk lembut pintu kamarku. 
"Lely.." ucapnya pelan sedikit terkejut mendengar pertanyaanku. 
"Saya Lely, kakak siapa?" lanjutku kebingungan.
"Saya Riez" ungkapnya.
Gubrak! Singkat padat dan merah semulah wajahku mendengarnya. Rupanya aku salah kenal, ini sosok asli makluk yang kubalas salamnya. Langsung kupersilahkan masuk walau sedikit canggung karena ketahuan asal nyeplak salam.
Hehe itulah awal kisah kami. Lewat tiga kali pertemuan, tanpa basa basi dia langsung memintaku menjadi kekasihnya kala itu. Ember bersambut, kuiyakan saja tanpa banyak pikir. Toh simpatiku pun sudah tumbuh.
Persis empat bulan hubungan kami, kekerasan pertama dimulai. Pisau ditodongkan ke leherku saat kami bertengkar. Aku, yang sedari kecil akrab dengan kekerasan dari orang tua dan kakak-kakakku, menjadi ciut ketika harus pula dikasari oleh orang lain. Namun entah mengapa, atau saat itu ada ketergantungan sebagai perempuan kepada laki-lakinya, maka aku memilih tetap bertahan.

Tahun berlalu, kekerasan dilanjutkan ke tahun-tahun berikutnya. Kekerasan itu makin mudah ketika kami mulai tinggal bersama. Hubungan kali ini diketahui oleh keluarga walau ada beberapa hal yang kusembunyikan seperti hidup bersama tadi. Sampai puncaknya, aku mendapat operasi ringan dan menjalani perawatan intensif. Saat itu dia mabuk, aku dihajar habis-habisan sampai bebak belur seluruh tubuh. Beruntung empati tetangga kanan kiri cukup baik terhadapku sehingga akupun sedikit mendapat perlindungan. Kacau, kalut, tanpa ide. 


Seketika itu aku memutuskan untuk tidak lagi bersama. Konyolnya hal ini langsung ditentang serempak justru oleh keluargaku sendiri.Bahkan sempat keuanganku macet ketika aku tetap bersikukuh pada keputusan itu.

Tidak banyak yang kuharapkan selain kembali bersama. Karena aku lemah maka satu-satunya senjata yang kugunakan untuk membalasnya yakni berpaling dan membuatnya sakit hati. Ini terjadi beberapa kali, hanya untuk melihat bagaimana dia merasakan sakit seperti aku.Api dalam sekam, begitulah hubungan kami dipenuhi dengan aksi balas membalas sambil menunggu kapan sekam itu terbakar habis.

Puncaknya, kami akhiri menjelang wisudaku. Dia tetap tunjukan tanggung jawabnya sebagai laki-laki dengan membantu apa saja yang bisa dia bantu. Walau restu keluarga sudah ditangan, hampir tak ada penghalang yang berarti, namun kami tetap tidak dapat bersama lagi. Bukan karena kekerasan yang terjadi selama 4,5 tahun bersama. Detik ini jika ditanya, aku pun tak bisa menjawab apa yang membuat kami tak bisa bersama lagi. 



Namanya.. sampai sekarang masih sering dikumandangkan orang tuaku. Aku tak bisa berbuat banyak selain menyimpan rasa yang tak pernah hilang. Pernah kami kembali bertemu di penghujung tahun lalu, herannya tak satupun dari kami memulai pembicaraan lebih jauh. Hanya sebatas basa basi lantas dia kembali ke daerahnya. Kerinduan juga keengganan menjadi dilema bagiku sehingga tak berani bersuara.Walau begitu aku masih nyaman bergelayut dalam kenangan kami bersama.


Akhirnya, banyak sekali kesan tentang dia. Aku belajar bagaimana berumah tangga melalui dia. Komplit dan komplex. Romatis, komedi, action, tragis diramu jadi satu menghasilkan Elixir, Good Potion. Ramuan ampuh yang menjadikanku wanita hebat saat ini. 
Experience is the best teacher, betapa aku menyadari hal ini.
Terima kasihku untuk masa-masa berharga kemarin. Tanpa itu, aku tak bisa setangguh sekarang.



Selamat Ulang Tahun Nong...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar