Sabtu, 04 Juni 2011

Memaksa Menjawab Misteri


Akhir-akhir ini saya sedikit berpikir mengapa orang-orang sering sekali mempertanyakan ke-Tuhan-an mereka. Apa tidak cukup dengan hanya percaya saja? Perlu  pertanggungjawaban citra dan karya yang di-Tuhan-kan secara ilmu pengetahuan? Atau tentang bagaimana bumi diciptakan dari "sesuatu yang tidak ada" lalu menjadi ada dan nampak?

Bagi saya tidak masalah seseorang gusar mempertanyakan apa yang diimaninya. Justru langkah maju baginya sendiri dan sungguh manusiawinya menuntut itu.


Baiklah, saya coba mengorat-oret pola pikir yang saya dapat dari berbagai sumber.

Secara ilmiah tidak mungkin bahwa yang "tidak ada" merupakan asal mula sesuatu yang ada. Singkatnya, mau tidak mau harus diakui keterbatasan ratio, dan secara logis ratio harus tunduk pada misteri. Apa yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah justru memberi tempat bagi jawaban iman.

Misteri memang tidak dapat dijelaskan secara ilmu pengetahuan, jika dari "tidak ada apa-apa" secara tiba-tiba muncul sesuatu - maka tentu ada sesuatu kekuatan yang mengadakan atau yang mampu mengubah dari tidak ada menjadi ada. 
Kekuatan itulah yang oleh iman (saya, kristen) disebut Allah Pencipta (teori creatio ex nihilo - penciptaan dari ketiadaan-bumi).

Dengan ini secara tegas saya menolak rasionalisme simplistik yang mengatakan bahwa rasionalitas adalah realitas terakhir sehingga apapun yang ada diluar rasionalitas seperti halnya misteri, dianggap irasional dan tidak ada. Rasionalisme simplistik inilah yang merupakan sumber atheisme.

Manusia kadang terlalu angkuh dengan pengetahuannya sehingga mengesampingkan spiritualitasnya sendiri. Ada baiknya menjawab pertanyaan dasar dalam diri berkenaan dengan kepercayaannya namun sering keliru menterjemahkan apa yang dimaksudkan dengan misteri, yang tak terjawab dengan ratio.

Atheisme merupakan suatu superfisial karena berusaha memaksakan rasio sebagai satu-satunya realitas terakhir sehingga menegasi ketiadaan mistei, padahal ALLAH adalah misteri yang tak terselami akal budi manusia yang landai.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar