Sabtu, 26 Juli 2014

Elixir - Good Potion: Cara Pandang

Elixir - Good Potion: Cara Pandang: Cara pandang, dan perilaku dalam melihat dan menginterpretasikan suatu masalah yang terjadi pada seseorang secara berbeda berdasarkan ...

Cara Pandang


Cara pandang, dan perilaku dalam melihat dan menginterpretasikan suatu masalah yang terjadi pada seseorang secara berbeda berdasarkan latar belakang dan identitas mereka (latar belakang keluarga, agama, pendidikan, jenis kelamin, kelas/tingkat kedudukan, suku, ekonomi dan lain- lain).
Pengetahuan bersifat tersituasi didalam pengalaman. Pengetahuan tersituasi mengingatkan kita bahwa apa yang kita ketahui dan lakukan tidak berasal dari dalam, melainkan merupakan hasil pembelajaran dari pengalaman- pengalaman kita 
 Yang akhirnya akan membuat seseorang mengambil sikap yang berbeda terhadap sebuah masalah yang terjadi...


Kamis, 17 Juli 2014

Tradisi Mengikat Kaki di China


Ah, terlambat sekali tahu informasi menarik ini. Baru terkaget-kaget saya ketika melihat project dokumenter karya fotografer John Farrell yang dimuat di www.featureshoot.com/2014/07/powerful-photo-series-documents-the-final-generation-of-foot-binding-in-china/
Rasa kagum saya tidak menunggu lama. Melihat foto-fotonya, malah semakin penasaran mencari keseluruhan cerita tentang tradisi ini. Ini beberapa informasi dari website berbeda yang bisa saya rangkum.  Semoga terkaget-kaget juga guys! (yang sudah tahu yah pura-pura sajalah, saya senang - anda sukses beramal :)

Sumber: Marco L., Wikipedia

Tradisi mengikat kaki atau foot binding ini telah mulai ada sejak zaman Dinasti Xia. Catatan sejarah mengenai tradisi ini mulai ditemukan sejak zaman Dinasti Song (960 – 1297 SM).

Pengikatan kaki biasanya dilakukan sejak anak berumur antara empat sampai tujuh tahun karena struktur tulang masih cukup lembut untuk dibentuk. Tradisi ini dibangun atas dasar pandangan masyarakat bahwa berkaki kecil adalah lambang kecantikan seorang wanita. Pandangan ini tidak lepas dari pengaruh Konfusianisme. Salah satunya menekankan pada kesalehan dan pengabdian seorang perempuan sehingga nantinya mampu  mendapatkan suami yang mapan, yang dapat membawa kesejahteraan bagi keluarganya.

Wanita ideal menurut ajaran Neo-Konfusius adalah seorang wanita yang suci, setia, serta tidak mudah mengeluh dalam menanggung penderitaan. Kegigihan dalam menanggung sakit akibat ikatan di kaki dianggap sebagai karakter yang patut ditumbuhkan dalam diri setiap anak perempuan. Karena kakinya yang diikat, anak-anak perempuan juga tidak bisa banyak berjalan, apalagi berlari-lari, sehingga ia akan lebih sering tinggal di rumah.

Sumber: http://life.viva.co.id/

Hal ini menjadikannya seorang wanita yang dipandang anggun dan murni oleh masyarakat. Kesempatan untuk berselingkuh atau berbuat hal-hal yang tidak diinginkan juga kecil bagi wanita-wanita berkaki bunga lotus yang harus selalu ditemani pengasuh. Karena itu, masyarakat Tiongkok yang didominasi pria melegitimasi pengecilan kaki dengan dalih kemurnian dan keanggunan. Selain itu, ketaatan pada keluarga juga sangat dijunjung tinggi dalam ajaran Konfusius. Anak-anak perempuan yang menolak perintah pengikatan kaki sama dengan anak-anak yang tidak taat dan tidak menghargai keluarga yang telah membesarkan mereka.

Ketika anak-anak perempuan ini beranjak remaja, gadis berkaki bunga lotus lebih terpandang dan terhormat, karena pengikatan kaki menunjukkan status sosial yang tinggi dan pribadi yang luhur, karena nilai kemurnian dan ketaatan tadi. Bahkan menurut sumber-sumber dokumen Tiongkok kuno, kaki bunga lotus juga dianggap memiliki daya tarik seksual khusus bagi para pria.

Sumber: http://retnodamayanthi.wordpress.com/

Pengikatan kaki kemudian menjadi syarat pernikahan. Laki-laki tidak akan menikahi perempuan yang kakinya tidak diikat. Sehingga anak perempuan haruslah diikat kakinya supaya dapat dinikahi terutama dengan laki-laki kalangan menengah ke atas. Seorang ibu harus mengikat kaki anak perempuannya sebab kalau tidak maka anak perempuannya hampir pasti tidak akan menikah. Pengikatan kaki bahkan menjadi lambang kesucian, bahwa sekali diikat (dikunci) maka tidak akan bisa dibuka seperti sabuk kesucian

Di zaman Dinasti Song, tradisi ini hanya dipraktikkan oleh wanita dari kelas menengah dan atas. Sampai pada zaman Dinasti Ming baru dipraktikkan secara luas oleh wanita dari suku Han. Tentunya ada beberapa pengecualian di beberapa etnis tertentu semisal etnis Hakka di mana kaum wanitanya harus turun membantu di ladang.

Sumber: www.bbc.com

Pada tahun 1895, komunitas anti-pengikatan kaki mulai terbentuk di Shanghai yang kemudian menjalar ke kota-kota lain dan bahkan di luar negeri. Alasan utama menentang pengikatan kaki adalah penderitaan yang dirasakan oleh perempuan seumur hidupnya. Mereka mulai membuat daftar orang-orang yang tidak akan mengikat kaki anak-anak perempuan mereka dan tidak akan menikahkan anak-anak laki-laki mereka menikahi perempuan yang diikat kakinya sehingga para orang tua tidak perlu kuatir anaknya tidak dapat menikah.

Akhirnya pada tahun 1911 melalui Revolusi Sun Yat Sen, tradisi pengikatan kaki benar-benar dilarang. Tapi yang namanya tradisi tidak bisa dihentikan sekejap mata. Meski sudah dilarang, praktek ini masih terus dilakukan di masyarakat pedesaan sampai 1939.

Sumber: http://indonesian.cri.cn/
Di Tiongkok, wanita berkaki bunga lotus sudah sangat jarang dijumpai. Mereka adalah wanita-wanita yang sudah berumur tujuh puluh tahun lebih. Menurut Kantor Berita Xinhua, pabrik sepatu bunga lotus terakhir di Harbin sudah mengakhiri produksi sepatu mungil untuk kaki bunga lotus pada tahun 1998.

Yang belum punah juga dari peradaban manusia adalah upaya wanita untuk melakukan banyak hal terhadap tubuhnya demi mencapai suatu standar kecantikan yang dirumuskan oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini tidak hanya terjadi pada wanita Timur atau Tiongkok saja.

Di Barat, operasi kecantikan terhadap payudara, operasi bentuk wajah, berjemur di bawah terik matahari, maupun hal-hal lain dilakukan oleh wanita, meskipun kegiatan-kegiatan tersebut tidak menguntungkan bagi kesehatan alami tubuh mereka. Dari sudut pandang ini, wanita di seluruh dunia ternyata memiliki akar cara pandang yang ternyata susah untuk ditinggalkan.

Jo Farrell Photography
Kaki saya dan suami

Nah, bagi para perempuan hebat selain saya *he stop tipu-tipu e...gubrakkk!*, apapun bentuk tubuh kita janganlah risih. Hidup itu adalah belajar mensinkronkan hati dan otak (pikiran), di mana kita harus melihat realita kehidupan yang bervariasi dan beragam.

Saya masih percaya, a woman with a beautiful body is good for a night, but a woman with a beutiful mind is always be good for a lifetime *bighug* :)


*Dari berbagai sumber

Kamis, 19 Juni 2014

Tata Cara Pengaduan dan Proses Pemeriksaan terhadap Pelanggaran yang Dilakukan oleh Anggota Kepolisian



1.     Pelapor berdasarkan Kep. Kapolri No. 33/2003 dapat berasal dari :

    -     Masyarakat (korban/kuasanya).
    -     Anggota polri.
    -     Instansi Terkait.
    -     Lembaga swadaya Masyarakat.
    -     Media Massa


2.     Laporan disampaikan kepada Pelayanan (yanduan), baik yang ada di Mabes Polri, maupun yang             berada pada tingkat daerah atau wilayah.


3.     Pemeriksaan awal dilaksanakan oleh pengemban fungsi Provoost pada tiap jenjang organisasi Polri,         seperti Divpropam (Divisi Provesi dan Pengamanan) pada tingkat Mabes Polri.


4.     Hasil pemeriksaan akan ditelaah, dengan hasil :
       - Jika terdapat unsur tindak pidana, maka berkar perkara akan diberikan kepada badan reserse dan            kriminal (Bareskrim) yang kemudian dilanjutkan pemeriksaan di pengadilan umum.
       - Jika terdapat unsur pelanggaran kode etik, maka berkas perkara akan dilimpahkan kepada atasan            yang berhak menghukum (ankum), yang selanjutnya akan diperiksa dalam sidang disiplin.


5.     Tentang masing-masing pelanggaran memiliki sangsi yang berbeda, diantaranya :

    -  Jika yang terbukti yang terjadi adalah pelanggaran yang memiliki unsur pidana, maka sanksi                  yang diberikan didasarkan pada ketentuan pasal  pasal di KUHP;

    -  Jika terbukti yang terjadi adalah pelanggaran kode etik maka sanksinya berupa :
        a.  diperintahkan untuk menyatakan penyesalan dan permintaan maaf  secara terbatas atau                          terbuka.
        b.  mengikuti pembinaan ulang profesi.
        c.  tidak layak lagi untuk menjalankan profesi kepolisian.

    -  Jika yang terbukti yang terjadi adalah pelanggaran disiplin maka sangsinya berupa :
        a.     teguran tertulis.
        b.     penundaan mengikuti pendidikan selama satu tahun.
        c.     penundaan kenaikan gaji berkala.
        d.     penundaan kenaikan pangkat palling lama satu tahun.
        e.     mutasi yang bersifat demosi.
        f.     pembebasan dari jabatan.


Note : Informasi ini bersifat umum mengenai teknis prosedural, silahkan disesuaikan dengan ketentuan dan informasi yang baru bila ada. 


Sumber: http://wartainterpol.blogspot.com/2012/08/inilah-cara-melaporkan-polisi-nakal.html

Rabu, 18 Juni 2014

Seberapa 'Besar' Facebook Sesungguhnya...?



Pada 23 April 2014 pengguna media sosial Facebook berjumlah 1.28 miliar pengguna aktif (active users). Tapi, seberapa 'besar' angka fantastis ini sebenarnya?

Mari bandingkan dengan....

   

  • Twitter
Sekitar 280 juta orang menggunakan Twitter. Angka ini kurang dari 1/5 persen total pengguna Facebook.





  • Google+

Google+ dengan 540 juta pengguna aktif, kurang dari setengah pengguna aktif Facebook.









  • LinkedIn

Dengan 277 pengguna aktif, baru mencapai kurang dari 1/4 angka pengguna Facebook.









  • MySpace

Bulan Oktober 2013, MySpace memiliki 36 juta pengguna aktif. 

MySpace cuma mendapat jatah 1/35 persen dibanding Facebook.






Mari bandingkan lagi dengan hal lainnya...

  • Bolak-Balik Bulan



Jika kira rentangkan setiap pengguna Facebook dari kepala sampai kaki, maka mereka akan bolak balik dari bumi ke bulan sebanyak 2.8 kali.








  • Rata-Rata Populasi Penduduk

Jumlah pengguna Facebook sebanding dengan rata-rata populasi penduduk di negara USA+Indonesia+Brazil+Pakistan+Rusia+Jepang+Inggris.


    317,962,000    -->   USA
247,424,598    -->   Indonesia
202,492,000    -->   Brazil
186,326,000    -->   Pakistan
143,700,000    -->   Rusia
127,140,000    -->   Jepang
  63,705,000    -->   Inggris


  • Dollar untuk Zimbabwe


Jika setiap pengguna Facebook bernilai 1 dollar maka penduduk di Zimbabwe bisa mendapat 100 dollar masing-masingnya (laki-laki, perempuan, dan anak-anak).








  • Piramida Giza

Merupakan piramida terbesar di dunia yang terbentuk dari 2,300,000 batu bata. 

Jika pengguna Facebook diumpamakan sebagai batu batu, maka akan terbentuk 556 piramida Giza!

 

Nah, sudah bisa dibayangkan seberapa 'besar' Facebook sesungguhnya..? 






Sumber :
*slideshare.com
*Wikipedia

*http://pando.com/news/facebook-has-over-a-billionmonthly-
active-mobile-users/
*http://moz.com/blog/1-dollar-per-day-on-facebook-ads/
*http://www.census.gov/popclock/
people-use-the-top-social-media/6/


Senin, 10 Maret 2014

Bisakah Melihat Jejak Ikan?


Photopaint ikan dengan skill pengolahan gambar yang sederhana ini saya buat hanya untuk memvisualkan imajinasi tentang jejak ikan. Sungguh tidak adil ketika semua binatang yang bisa menyentuh daratan, mereka punya kans untuk meninggalkan jejak. Bagaimana dengan ikan? Adakah yang mampu melihat jejaknya di air dalam? Bagi ikan besar riakan yang ditimbukan bisa dilihat mata tapi dengan yang kecil ini, oh dia jejaknya seolah tidak ada di bumi.
Makhluk yang mati dan tidak meninggalkan apa-apa... (syukur-syukur kalau masih tersisa tulang)

Senin, 24 Februari 2014

Televisi Jadi Baby Sitter Bagi Anak

Pernahkah kawan merasa jengah melihat keponakan atau anak sendiri menghabiskan hampir seluruh waktu bermain seharian di depan kotak ajaib sarang penyamun bernama televisi?
Judul artikel ini menjadi kesimpulan akhir ketika perilaku orang tua yang sering membiarkan anak meraka menonton televisi agar si anak tidak mengganggu aktivitas yang sedang orang tua lakukan. Di zaman serba canggih ini, televisi dijadikan baby sitter. Satu-satunya jalan yang diambil orangtua untuk mendiamkan dan menenangkan anaknya. 

Pengalaman saya seperti itu. Lebih baik beri saya pemandangan pembomanan Hiroshima dan Nagasaki daripada pemandangan anak-anak terbius didepan TV.  Lima orang keponakan saya tidak lepas matanya dari televisi. Misalnya  si Kakak (7 tahun), menekan tombol power ON pada televisi adalah hal pertama yang dia lakukan sepulang sekolah. dan ia tetap menatap televisi sambil melepas baju seragam, membuka sepatu dan menaruh tas. Saya berharap orang tuanya bisa menemukan teknologi untuk bisa memutar leher 360 derajat sehingga ia bisa lebih leluasa menyimpan tas dan mengambil makanan sekaligus menonton televisi.


Kebiasaan si Kakak akhirnya menjadi panutan bagi dua orang adiknya yang belum bersekolah. Ketika buka mata, gerakan yang dilakukan pertama adalah mencari remote televisi. Hadoh gusar saya. Sering saya ingatkan dengan bahasa yang sederhana agar jangan keseringan nonton TV toh tetap sama juga. Mereka hanya mengikuti instruksi saat mereka dalam pengawasan saya tapi setelah saya pergi, kebiasaan itu kembali lagi.

Solidaritas menonton televisi akhirnya menular juga kepada dua orang sepupunya yang sering main ke rumah. Baru saya rasakan efeknya ketika saya membimbing si Kakak belajar. Ia susah mengenali bentuk dan angka tanpa bantuan visual. Jika disuruh menunjuk, Ia bisa. Tapi jika diminta menuliskan atau menggambarkan, Kakak tidak bisa. 


Berikut saya copas dari milis tetangga :
“Matikan saja TV anda”.
Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter spesialis anak asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan kemampuan anak berkembang dengan baik. Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan main game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan belajar mereka?
Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter spesialis anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak yang berkaitan dengan perilaku dan perkembangan.
“Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan melakukan gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui kesulitan dalam berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya,” paparnya. Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan pada mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia berhadapan dengan dampak yang sesungguhnya.
Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang kecil atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan pasir. Ia tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya. Tetapi begitu di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun lingkungannya.
“Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak minta dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya impulsif. Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa yang dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan diulang-ulang.” Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik pesawat. Di pesawat diputar film Mission Impossible. Kebetulan mereka tidak kebagian earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru karena itulah, “Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi ledakan selama enam bulan setelahnya, dan perilakunya berubah.”
Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 – 11 tahun yang semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut Susan, “Kalau saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali huruf tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan apa-apa – berarti tanpa masukan visual – lalu saya suruh menuliskan huruf tertentu, mereka tidak bisa.” 
(http://www.ibudanbalita.com/diskusi/pertanyaan/36949/-Kategori-Artikel-Fisioterapi-Fisioterapi-Tumbuh-Kembang-Anak-Pengaruh-Nonton-TV-Terhadap-Perkembangan-Otak-dan-Kemampuan-Anak) 
Nah bagi para orang tua dan kawan yang dikelilingi anak-anak, jangan pernah bosan mengingatkan untuk tidak menjadikan televisi sebagai hal yang mendominasi hidup mereka. Aturlah jadwal dan tayangan yang baik bagi mereka. Sebelum semakin susah dikendalikan... 

Selasa, 18 Februari 2014

Faktor Human Error di Museum NTT

Di postingan saya sebelumnya, tentang Mengapa Harus Mengunjungi Museum?, saya sempat menyinggung tentang faktor human error yang mempengaruhi transfer nilai dibalik sebuah koleksi kepada masyarakat. Kali ini, saya ingin memperjelas tentang human error di Museum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tentang human error, penyebab terbesarnya datang dari dalam badan museum sendiri. Setahu saya, banyak orang dari disiplin ilmu yang berkaitan langsung dengan museum, tidak mengabdi di museum. Seperti orang-orang yang berlatar belakang ilmu arkeologi, sosiologi, kimia, biologi, sastra inggis, S2 museologi. Aplikasi ilmu mereka akhirnya tidak terserap langsung ke museum. Tenaga yang ada di museum saat ini, 75% adalah tamatan SD, SMP, SMA. Sisanya, lulusan S1 (ilmu sosial, sastra inggris, filsafat, ekonomi) dan terdapat 3 orang lulusan S2. Dua diantaranya S2 museologi yakni Kepala Museum dan Kepala Seksi Bimbingan Edukasi.

Soal kinerja, bagi saya masih belum maksimal walaupun tenaga khusus museologi ada disitu tapi tidak membawa dampak berarti bagi museum.
Human error yang kedua datang dari pengunjung. Di Museum NTT, skeleton/rangka mamalia Paus yang jadi salah satu koleksi masterpiece ini dipenuhi coretan spidol dari depan sampai belakang. Coretan ini saya yakini datang dari anak-anak SMA dan kuliahan karena model huruf yang sangat teratur dan bagus.

Setiap hari minimal satu pengunjung pasti ada, namun sering juga tidak ada pemandu sehingga dalam beberapa kasus, pengunjung dipandu oleh tenaga kebersihan ataupun satpam. Dan petungas pemandu sering kali juga diskriminatif. Mereka lebih bersemangat jika memandu grup atau rombongan pengunjung karena bayarannya membuat anda tersenyum girang. Bagi pengunjung dalam jumlah kecil, katakanlah satu atau dua orang saja, sering diabaikan.
Nah bagaimana nilai tradisi dibalik koleksi bisa tersampaikan dengan baik jika hal seperti ini terus berlangsung? Tentunya tidak ada kesan lagi untuk orang datang yang kedua kalinya. Mereka akhirnya 'tidak merindukan museum'.

Dan setahu saya hampir tidak ada keluhan yang tercatat di buku tamu museum padahal kritik di luar banyak. Maka dari itu, saya coba ungkapkan agar agan-agan bisa memberi masukan untuk memperbaiki kinerja kami.

Sedikit saya tambahkan, bekerja dalam lingkup museum pemerintah itu gampang, susah-susah. (Lha kok?!)

Gampangnya karena museum memberi kesempatan mengembangkan diri dan ilmu melalui pembelajaran dengan benda budaya serta nilai di lapangan. Susah-susahnya lebih kepada, tidak semua pekerja museum memiliki motivasi dan inisiatif yang sama untuk mengembangkan instansi ini menjadi lebih baik. Yah namanya juga PNS atau ASN (Aparat Sipil Negara), kerja tidak kerja tetap terima gaji tanpa diikuti tanggung jawab profesi dan moral. Yang saya alami disini juga sama. Lebih banyak yang terjadi adalah saling mencibir. Saya sering disindir bahkan dimusuhi karena dituding membicarakan dan menjatuhkan orang di dunia maya.

Membela diri bukan tujuan tulisan ini. Yang saya lakukan adalah mengkampanyekan Museum NTT terus dan terus. Jika ada elemen yang tidak berjalan di dalam badan museum, perlu saya ungkapkan agar tidak dinilai bahwa pekerja museum tidak becus melaksanakan tugas.
Ungkapan saya pastinya bersifat subjektif, tapi sangat bisa dipertanggungjawabkan mengingat hasil pencapaian museum yang tidak maksimal karena kendala terbesar adalah sebagian pekerja museum bekerja dengan pamrih - walaupun sudah diberi pamrih tetap saja kurang bertanggungjawab.

Mungkin ini bisa dijadikan jawaban pas untuk saya dan teman-teman di Museum NTT.
Mungutip kembali pernyataan teman saya, Ape Djami, bahwa;
Ini bukan soal SDM. Ini tentang komitmen pribadi sebagai manusia NTT yang kebetulan PNS untuk bikin museum lebe bae...
(Ini bukan soal SDM. Ini tentang komitmen pribadi sebagai manusia NTT yang kebetulan PNS untuk menjadikan museum lebih baik... )
Bagian sirip mamalia paus yang ditulisi pengunjung

Setelah dikonservasi

Membersihkan salah satu bagian koleksi skeleton mamalia paus
*Jika kita sudah berusaha, maka kekurangan kita tidak akan menjadi momok untuk diungkapkan ke masyarakat. Sebaliknya, akan menjadi usaha mencari jalan keluar yang terbaik. Momok hanya ada pada orang yang tidak berusaha dan mengabaikan potensinya. (Lely Taolin) 

Mengapa Harus Mengunjungi Museum?

Jadi pandangan yang sekedar melihat museum sebagai bangunan/gedung untuk menyimpan peninggalan, artefak dan macam-macam benda budaya itu tidak salah. Hanya kita baru melihat setengah jati diri museum saja. 
Museum yang sesungguhnya adalah pola belajar menggunakan media. Medianya apa? Ya benda yang disebut koleksi museum.

Nah apa yang didapat? Banyak.

Seluruh ilmu pengetahuan ada disitu. Untuk mengkaji nilai sebuah benda koleksi, tidak hanya tentang cerita masa lalunya tapi sebuah koleksi dilihat dari berbagai disiplin ilmu berbeda.
Misalkan, museum memamerkan koleksi batu-batuan dan fosil (arkelogika), sebelumnya harus menguasai cerita besar dari awal terbentuknya bumi sampai pada masa sekarang, maka batu tersebut barulah bisa menjadi media belajar bagi pengunjung. 

Lalu, pengunjung datang belajar apa saja? 

Masih di contoh pameran arkeologika, pengunjung bisa mendapatkan nilai tambah pengetahuan dari sisi arkeologi (jenis dan proses terbentuknya batu ), kimia (unsur yang membentuk batuan), budaya (cerita tentang penggunaan dan perkembangannya), sosiologi (pola peradaban masyarakat), bahkan sampai guru konseling pun tidak pulang sia-sia karena akhirnya ia akan mengumpulkan faktor sebab akibat dan bagaimana manusia mencari solusi dari kisah soal batu tersebut.

Trus, bagaimana dengan benda juga tradisi budaya di luar museum?

Tenang saja pembaca yang budiman. Setiap tahunnya sebuah museum  mempunyai program kerja keluar. Kasi contoh lagi ya gan, ini beberapa kegiatan rutin museum setiap tahunnya :

  • Survey potensi budaya
  • Pengkajian koleksi dan pengembangan informasi
  • Pembenahan data koleksi museum
  • Pameran keliling di kabupaten

Saat di lapangan, pekerja museum tidak hanya menggali faktor yang berkaitan dengan kegiatan tersebut tapi juga mengumpulkan informasi yang berkembang di masyarakat, dan dirasa penting untuk dicatat. Jadi informasi dari luar juga tim museum kumpulkan dan data itu digunakan sewaktu-waktu apabila diperlukan. Kalaupun hendak dijadikan materi pameran, data itu bisa dipamerkan dalam bentuk audio dan visual tentunya dengan panel informasi yang tak kalah penting. 
Saat menjalankan tugas Pembenahan data Koleksi Tenunan Kabupaten Sikka, NTT. Motif tenunan yang dipegang sang ibu adalah motif Jentiu, motif paling tua asal daerah ini.

Begitulah museum, bisa saya katakan sebagai pusat ilmu pengetahuan. Kalaupun ada kegagalan dalam mentransfer nilai dibalik koleksi itu ke masyarakat, maka sebutlah itu human error. SDM pekerja museum masih jauh dari memuaskan. Namun justru itu memberi ruang untuk masyarakat luas menggali sendiri pertanyaan yang tidak terjawab di museum. Pada akhirnya semua akan bermuara pada satu tujuan, mengetahui proses dan hasil, dan terinspirasi untuk mengembangkan jati diri kita menjadi lebih baik lagi di peradaban kita. 500 tahun lagi keturunan kita akan belajar tentang pola kehidupan kita sekarang. 

Tunjukkan pada mereka bahwa peradaban kita memberi banyak terobosan untuk mereka... \0/
Beruntunglah saya yang mengabdi di Museum Daerah NTT dan tentunya pengunjung museum pula. 


Visit museum 2014 until the rest of your life! *kepengen ke Belandaaaaa*

Saat mempresentasekan tenunan NTT kepada Oscar Lawalata dan tim.