Kamis, 17 Juli 2014

Tradisi Mengikat Kaki di China


Ah, terlambat sekali tahu informasi menarik ini. Baru terkaget-kaget saya ketika melihat project dokumenter karya fotografer John Farrell yang dimuat di www.featureshoot.com/2014/07/powerful-photo-series-documents-the-final-generation-of-foot-binding-in-china/
Rasa kagum saya tidak menunggu lama. Melihat foto-fotonya, malah semakin penasaran mencari keseluruhan cerita tentang tradisi ini. Ini beberapa informasi dari website berbeda yang bisa saya rangkum.  Semoga terkaget-kaget juga guys! (yang sudah tahu yah pura-pura sajalah, saya senang - anda sukses beramal :)

Sumber: Marco L., Wikipedia

Tradisi mengikat kaki atau foot binding ini telah mulai ada sejak zaman Dinasti Xia. Catatan sejarah mengenai tradisi ini mulai ditemukan sejak zaman Dinasti Song (960 – 1297 SM).

Pengikatan kaki biasanya dilakukan sejak anak berumur antara empat sampai tujuh tahun karena struktur tulang masih cukup lembut untuk dibentuk. Tradisi ini dibangun atas dasar pandangan masyarakat bahwa berkaki kecil adalah lambang kecantikan seorang wanita. Pandangan ini tidak lepas dari pengaruh Konfusianisme. Salah satunya menekankan pada kesalehan dan pengabdian seorang perempuan sehingga nantinya mampu  mendapatkan suami yang mapan, yang dapat membawa kesejahteraan bagi keluarganya.

Wanita ideal menurut ajaran Neo-Konfusius adalah seorang wanita yang suci, setia, serta tidak mudah mengeluh dalam menanggung penderitaan. Kegigihan dalam menanggung sakit akibat ikatan di kaki dianggap sebagai karakter yang patut ditumbuhkan dalam diri setiap anak perempuan. Karena kakinya yang diikat, anak-anak perempuan juga tidak bisa banyak berjalan, apalagi berlari-lari, sehingga ia akan lebih sering tinggal di rumah.

Sumber: http://life.viva.co.id/

Hal ini menjadikannya seorang wanita yang dipandang anggun dan murni oleh masyarakat. Kesempatan untuk berselingkuh atau berbuat hal-hal yang tidak diinginkan juga kecil bagi wanita-wanita berkaki bunga lotus yang harus selalu ditemani pengasuh. Karena itu, masyarakat Tiongkok yang didominasi pria melegitimasi pengecilan kaki dengan dalih kemurnian dan keanggunan. Selain itu, ketaatan pada keluarga juga sangat dijunjung tinggi dalam ajaran Konfusius. Anak-anak perempuan yang menolak perintah pengikatan kaki sama dengan anak-anak yang tidak taat dan tidak menghargai keluarga yang telah membesarkan mereka.

Ketika anak-anak perempuan ini beranjak remaja, gadis berkaki bunga lotus lebih terpandang dan terhormat, karena pengikatan kaki menunjukkan status sosial yang tinggi dan pribadi yang luhur, karena nilai kemurnian dan ketaatan tadi. Bahkan menurut sumber-sumber dokumen Tiongkok kuno, kaki bunga lotus juga dianggap memiliki daya tarik seksual khusus bagi para pria.

Sumber: http://retnodamayanthi.wordpress.com/

Pengikatan kaki kemudian menjadi syarat pernikahan. Laki-laki tidak akan menikahi perempuan yang kakinya tidak diikat. Sehingga anak perempuan haruslah diikat kakinya supaya dapat dinikahi terutama dengan laki-laki kalangan menengah ke atas. Seorang ibu harus mengikat kaki anak perempuannya sebab kalau tidak maka anak perempuannya hampir pasti tidak akan menikah. Pengikatan kaki bahkan menjadi lambang kesucian, bahwa sekali diikat (dikunci) maka tidak akan bisa dibuka seperti sabuk kesucian

Di zaman Dinasti Song, tradisi ini hanya dipraktikkan oleh wanita dari kelas menengah dan atas. Sampai pada zaman Dinasti Ming baru dipraktikkan secara luas oleh wanita dari suku Han. Tentunya ada beberapa pengecualian di beberapa etnis tertentu semisal etnis Hakka di mana kaum wanitanya harus turun membantu di ladang.

Sumber: www.bbc.com

Pada tahun 1895, komunitas anti-pengikatan kaki mulai terbentuk di Shanghai yang kemudian menjalar ke kota-kota lain dan bahkan di luar negeri. Alasan utama menentang pengikatan kaki adalah penderitaan yang dirasakan oleh perempuan seumur hidupnya. Mereka mulai membuat daftar orang-orang yang tidak akan mengikat kaki anak-anak perempuan mereka dan tidak akan menikahkan anak-anak laki-laki mereka menikahi perempuan yang diikat kakinya sehingga para orang tua tidak perlu kuatir anaknya tidak dapat menikah.

Akhirnya pada tahun 1911 melalui Revolusi Sun Yat Sen, tradisi pengikatan kaki benar-benar dilarang. Tapi yang namanya tradisi tidak bisa dihentikan sekejap mata. Meski sudah dilarang, praktek ini masih terus dilakukan di masyarakat pedesaan sampai 1939.

Sumber: http://indonesian.cri.cn/
Di Tiongkok, wanita berkaki bunga lotus sudah sangat jarang dijumpai. Mereka adalah wanita-wanita yang sudah berumur tujuh puluh tahun lebih. Menurut Kantor Berita Xinhua, pabrik sepatu bunga lotus terakhir di Harbin sudah mengakhiri produksi sepatu mungil untuk kaki bunga lotus pada tahun 1998.

Yang belum punah juga dari peradaban manusia adalah upaya wanita untuk melakukan banyak hal terhadap tubuhnya demi mencapai suatu standar kecantikan yang dirumuskan oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini tidak hanya terjadi pada wanita Timur atau Tiongkok saja.

Di Barat, operasi kecantikan terhadap payudara, operasi bentuk wajah, berjemur di bawah terik matahari, maupun hal-hal lain dilakukan oleh wanita, meskipun kegiatan-kegiatan tersebut tidak menguntungkan bagi kesehatan alami tubuh mereka. Dari sudut pandang ini, wanita di seluruh dunia ternyata memiliki akar cara pandang yang ternyata susah untuk ditinggalkan.

Jo Farrell Photography
Kaki saya dan suami

Nah, bagi para perempuan hebat selain saya *he stop tipu-tipu e...gubrakkk!*, apapun bentuk tubuh kita janganlah risih. Hidup itu adalah belajar mensinkronkan hati dan otak (pikiran), di mana kita harus melihat realita kehidupan yang bervariasi dan beragam.

Saya masih percaya, a woman with a beautiful body is good for a night, but a woman with a beutiful mind is always be good for a lifetime *bighug* :)


*Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar