Pernahkah kawan merasa jengah melihat keponakan atau anak sendiri menghabiskan hampir seluruh waktu bermain seharian di depan kotak ajaib sarang penyamun bernama televisi?Judul artikel ini menjadi kesimpulan akhir ketika perilaku orang tua yang sering membiarkan anak meraka menonton televisi agar si anak tidak mengganggu aktivitas yang sedang orang tua lakukan. Di zaman serba canggih ini, televisi dijadikan baby sitter. Satu-satunya jalan yang diambil orangtua untuk mendiamkan dan menenangkan anaknya.
Pengalaman saya seperti itu. Lebih baik beri saya pemandangan pembomanan Hiroshima dan Nagasaki daripada pemandangan anak-anak terbius didepan TV. Lima orang keponakan saya tidak lepas matanya dari televisi. Misalnya si Kakak (7 tahun), menekan tombol power ON pada televisi adalah hal pertama yang dia lakukan sepulang sekolah. dan ia tetap menatap televisi sambil melepas baju seragam, membuka sepatu dan menaruh tas. Saya berharap orang tuanya bisa menemukan teknologi untuk bisa memutar leher 360 derajat sehingga ia bisa lebih leluasa menyimpan tas dan mengambil makanan sekaligus menonton televisi.
Kebiasaan si Kakak akhirnya menjadi panutan bagi dua orang adiknya yang belum bersekolah. Ketika buka mata, gerakan yang dilakukan pertama adalah mencari remote televisi. Hadoh gusar saya. Sering saya ingatkan dengan bahasa yang sederhana agar jangan keseringan nonton TV toh tetap sama juga. Mereka hanya mengikuti instruksi saat mereka dalam pengawasan saya tapi setelah saya pergi, kebiasaan itu kembali lagi.
Solidaritas menonton televisi akhirnya menular juga kepada dua orang sepupunya yang sering main ke rumah. Baru saya rasakan efeknya ketika saya membimbing si Kakak belajar. Ia susah mengenali bentuk dan angka tanpa bantuan visual. Jika disuruh menunjuk, Ia bisa. Tapi jika diminta menuliskan atau menggambarkan, Kakak tidak bisa.
Berikut saya copas dari milis tetangga :
“Matikan saja TV anda”.
Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter spesialis anak asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan kemampuan anak berkembang dengan baik. Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan main game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan belajar mereka?
Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter spesialis anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak yang berkaitan dengan perilaku dan perkembangan.
“Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan melakukan gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui kesulitan dalam berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya,” paparnya. Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan pada mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia berhadapan dengan dampak yang sesungguhnya.
Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang kecil atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan pasir. Ia tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya. Tetapi begitu di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun lingkungannya.
“Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak minta dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya impulsif. Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa yang dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan diulang-ulang.” Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik pesawat. Di pesawat diputar film Mission Impossible. Kebetulan mereka tidak kebagian earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru karena itulah, “Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi ledakan selama enam bulan setelahnya, dan perilakunya berubah.”
Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 – 11 tahun yang semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut Susan, “Kalau saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali huruf tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan apa-apa – berarti tanpa masukan visual – lalu saya suruh menuliskan huruf tertentu, mereka tidak bisa.”
(http://www.ibudanbalita.com/diskusi/pertanyaan/36949/-Kategori-Artikel-Fisioterapi-Fisioterapi-Tumbuh-Kembang-Anak-Pengaruh-Nonton-TV-Terhadap-Perkembangan-Otak-dan-Kemampuan-Anak)Nah bagi para orang tua dan kawan yang dikelilingi anak-anak, jangan pernah bosan mengingatkan untuk tidak menjadikan televisi sebagai hal yang mendominasi hidup mereka. Aturlah jadwal dan tayangan yang baik bagi mereka. Sebelum semakin susah dikendalikan...